Amurang, kibarindonesia.com – Kasus perebutan hak atas tanah kembali menggemparkan Minahasa Selatan. Kali ini, perkara perdata di Pengadilan Negeri Amurang tercatat dengan nomor: 136/Pdt.G/2025/PN Amr, diwarnai oleh gugatan seorang anak kepada ibu kandungnya sendiri.
Perkara ini diajukan RJT alias Rin, yang mengklaim memiliki hak atas sebidang tanah kebun seluas 1 hektar dari total 6 hektar tanah di kawasan Mawale, Desa Tumpaan, Kecamatan Tumpaan. Rin menyatakan, tanah tersebut telah dibelinya dari ibunya, Margotje W. Taintang, pada 5 Maret 2007 seharga Rp10,5 juta. Klaim itu diperkuat dengan lembar fotokopi surat jual-beli yang mencantumkan nama penjual Margotje, pembeli RJT, serta beberapa saksi, termasuk Agustinus Tawaang (ayah RJT), Dra. Rieke M. Tawaang, dan Aneke O. Tawaang.

Namun, pihak tergugat membantah keras klaim tersebut. Menurut Margotje, pada tahun 2007 tanah kebun Mawale justru sedang bersengketa dengan pihak lain dan masih dalam proses hukum di pengadilan. “Saya tidak pernah menjual tanah itu. Waktu itu tanah masih berstatus sengketa dan dikuasai pihak lain. Jika benar ada jual-beli, itu hanya akan memperkeruh masalah,” tegasnya.
Margotje menambahkan, perkara tanah Mawale akhirnya dimenangkan oleh pihaknya setelah Mahkamah Agung mengeluarkan putusan pada 2012. Karena itu, ia menilai klaim jual-beli yang diajukan anaknya tidak berdasar.
Sementara itu, salah satu tergugat, Dra. Rieke M. Tawaang, menyesalkan adanya gugatan ini. Ia menegaskan bahwa tanda tangan dirinya yang tercantum sebagai saksi dalam dokumen jual-beli adalah tidak benar. “Masalah ini dulu sudah coba diurus di Kantor Desa Tumpaan. Kami berharap bisa diselesaikan secara kekeluargaan, tetapi RJT tetap bersikukuh menggugat. Biarlah hukum yang menyatakan kebenarannya,” ujarnya.
Pantauan kibarindonesia.com pada Kamis, 11 September 2025, sidang ketiga perkara ini menghadirkan upaya mediasi yang dipimpin hakim di ruang mediasi PN Amurang. Para pihak diberi kesempatan untuk mencari titik damai.
Meski demikian, pihak tergugat, melalui Aneke O. Tawaang, menyatakan bahwa proses hukum harus tetap berjalan hingga ada kepastian hukum. “Kami berharap perkara ini benar-benar menghasilkan putusan yang adil. Setelah mediasi ini, proses persidangan akan dilanjutkan sesuai jadwal berikutnya,” tandasnya.
Kasus anak menggugat ibu kandung ini menjadi perhatian publik, mengingat nilai emosional dan moral yang menyertainya, selain aspek hukum murni terkait kepemilikan tanah.