Manado – kibarindonesia.com – Proyek Rehabilitasi Pemecah Ombak Taman Berkat Kota Manado yang dikerjakan oleh Kementerian PUPR melalui anggaran APBD 2025 sebesar Rp.4.970.000.000 menuai sorotan tajam. Proyek yang dilaksanakan oleh PT Family Teknik Konstruksi dan diawasi oleh konsultan CV Brysel Jaya Abadi ini diduga sarat pelanggaran teknis dan administrasi. Selasa 07/10/2025
Pantauan langsung awak media di lokasi proyek menemukan kejanggalan mencolok. Papan informasi proyek tidak dipasang, sehingga publik tidak mengetahui detail pekerjaan, nilai kontrak, dan pihak-pihak yang terlibat. Ini menimbulkan dugaan kuat bahwa proyek sengaja disembunyikan dari pengawasan masyarakat.

Yang paling mengkhawatirkan, ditemukan tetrapod beton cor buatan sendiri di lokasi proyek. Bentuk tetrapod empat sisi itu biasa digunakan sebagai pemecah ombak, namun bukan berasal dari produsen bersertifikat. Padahal, sesuai SNI 8460:2017, seluruh komponen struktural seperti tetrapod harus diproduksi oleh penyedia bersertifikat dan melalui uji mutu laboratorium.
Tetrapod yang dibuat secara manual ini tidak diawasi oleh konsultan teknis maupun tenaga ahli dari dinas terkait. Akibatnya, kuat dugaan mutu beton tidak memenuhi standar teknis dan berpotensi cepat retak, patah, atau rusak, yang tentu saja mengurangi umur konstruksi dan efektivitasnya sebagai pemecah ombak.
Pembuatan tetrapod manual di lokasi proyek jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri PUPR No. 07/PRT/M/2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi. Dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap material struktural wajib diuji mutu dan diproduksi oleh pihak bersertifikat.
Selain itu, Pasal 6 ayat (3) Permen PUPR No. 09/PRT/M/2019 mewajibkan setiap bahan material konstruksi diverifikasi asal dan mutunya sebelum dipakai. Jika hal ini diabaikan, maka proyek berisiko tinggi gagal konstruksi dan menimbulkan kerugian negara.
Ironisnya, konsultan pengawas CV Brysel Jaya Abadi diduga tidak pernah hadir di lokasi proyek. Padahal, pengawasan teknis menjadi bagian penting dari pengendalian kualitas pekerjaan.
Sebagai catatan, pada tahun 2022, proyek serupa telah dilaksanakan di lokasi yang sama dengan anggaran hanya sekitar Rp.2 miliar lebih. Proyek tersebut dinyatakan selesai tanpa masalah berarti.
Namun kini, anggaran membengkak lebih dari dua kali lipat hingga hampir Rp.5 miliar. Diduga lonjakan ini disebabkan oleh perencanaan awal pembelian tetrapod dari Surabaya dengan asumsi biaya tinggi karena ongkos pengiriman. Namun faktanya, tetrapod justru dibuat langsung di lokasi, mengindikasikan adanya rekayasa pengeluaran untuk menekan biaya dan meraup keuntungan lebih besar oleh pihak kontraktor dan oknum dalam proyek.
Hingga berita ini ditayangkan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bernadus Salendeo belum memberikan tanggapan meski sudah dikonfirmasi. Ketidakterbukaan ini semakin memperkuat kecurigaan adanya pelanggaran dalam pelaksanaan proyek.
Kontraktor pelaksana PT Family Teknik Konstruksi diduga memperoleh keuntungan tidak sah dari dana publik dengan cara menekan biaya produksi, melanggar standar teknis, dan mengabaikan prinsip-prinsip akuntabilitas keuangan negara.
Sejumlah tokoh masyarakat Manado menyayangkan lemahnya pengawasan dari instansi terkait. “Kalau ada pelanggaran teknis dan administrasi, kontraktor harus bertanggung jawab sesuai hukum. Jangan sampai proyek infrastruktur seperti ini terus dibiarkan,” tegas salah satu tokoh masyarakat.
Melihat banyaknya indikasi pelanggaran, proyek ini hampir pasti akan menjadi temuan BPK dalam audit keuangan mendatang. Jika terbukti, maka konsekuensinya adalah pemutusan kontrak, pengembalian kerugian negara, dan potensi sanksi pidana bagi pihak-pihak yang terlibat. (Redaksi)