MANADO – kibarindonesia.com – Pemerintahan Walikota Andrei Angouw dan Wakil Walikota Richard Sualang saat ini mulai dikoreksi secara rasional-ilmiah oleh beragam intelektualis dan pakar-pakar pembangunan daerah. Dijuluki pemimpin yang sukses karena masifnya distribusi infrastruktur publik, ternyata AA-RS memendam fenomena membahayakan yang sulit diselami oleh pikiran masyarakat awam. Berdasarakan data dan keterangan yang dihimpun dari berbagai sumber dan pernyataan publik, pemerintahan AA-RS ternoda oleh lima variabel, yang semuanya merugikan masyarakat termasuk pemerintah itu sendiri. Indikator kerugian itu terbaca dalam sebuah diskusi ringan beberapa praktisi yang menyimpulkan sudah semestinya kekuasaan AA-RS diakhiri melalui sistem Pilkada, sebelum postur APBD Kota Manado benar-benar porak poranda karena isu dugaan koruspi dan monopoli proyek, yang didahului dengan pelemahan kultur kerja parlemen dan imunitas hukum.
1. Monopoli Proyek
Dalih dan pendapat semu para buzzer, staf khusus dan orang–orang yang berjejer di dekat AARS bahwa pemerintahan saat ini berhasil mengubah lanskap kota, idealnya perlu diuji dari hulu sampai hilir. Belasan kontraktor yang ditemui di sebuah rumah kopi menceritakan, AARS terjebak dalam praktek monopoli proyek yang juga sama-sama masifnya. Diceritakan bahwa praktek monopoli ini tampak benar-benar terencana dan terang benderang mengubah bahkan mengintervensi sistem tender. Konon menurut sejumlah kontraktor, ada dua oknum yang selama tiga tahun terakhir memonopoli hampir seluruh proyek miliaran rupian yang direkam dalam postur APBD Kota Manado. Dua oknum itu berinisial Elo dan HM alias Hendrik. Khusus inisial kedua, pria tua ini dikabarkan sudah diperiksa Polda Sulut sebanyak tiga kali karena jeratan kasus dugaan korupsi yang dilaporkan masyarakat.
“Sepintas kita melihat ada keagungan pembangunan yang dilancarkan AA-RS. Tapi sayangnya masyarakat kehilangan intelektualias dan daya nalar untuk mengusut secara detil rasionalitas anggaran, mekanisme lelang, maintenance proyek dan pertanggungjawaban kualitas proyek. Masyarakat yang terdidik untuk menelaah proyek yang dibangun, jelas akan tepuk dada. Kenapa, proyek yang dalam analisis anggaran seharusnya Rp2 miliar misalnya, malah bengkak jadi Rp4 miliar. Contoh, ada ruas dari jalan Samratulangi menuju Boulevard, persis depan Manado Trade Center (MTC). Ini aneh, tidak jelas apa yang dibangun di sana, tapi anggaran Rp4 miliar. Kemudian, proyek Stall Kuda di Paniki yang belakangan ribut di media. Pembangunan Amphiteather di bawah Gunung Tumpa, letaknya di tengah hutan. Itu dicurigai akal-akalan untuk mengeluarkan anggaran dari kas daerah dan memenuhi keinginan kontraktor afiliatif kekuasaan.
“Kami yang malang melintang di dunia kontraktor, sudah bisa menghitung, berapa persen menyetor ke kaisar. Rumus paling sederhana, makin banyak proyek yang tertata, apalagi tanpa pembahasan anggaran di DPRD, gelontoran fee 20-25 persen ke kaisar makin besar,” jelas para kontraktor.
Dalam konteks pembinaan dan pemberdayaan ekonomi kerakyataan, AARS secara tidak langsung mendepak ratusan kontraktor lokal dan hanya memperkaya dua orang yakni Elo dan HM. Para kontraktor itu menceritakan, bahwa dulu mereka mempekerjakan ratusan staf dan karyawan. Sekarang kondisi berbalik, mereka terpaksa gulung tikar. Ironisnya, dalam kondisi terabaikan, ratusan kontraktor harus merogoh kocek dalam-dalam untuk mendaftarkan perusahan di LPSE, menyusun dokumen primer, membayar pajak dan fiskal tahunan.
“Ini menyakitkan. Pembangunan seolah-olah mengirim pesan ke masyarakat bahwa ada hal-hal luar biasa hebat, tapi menyimpan fakta terselubung, yakni monopoli dan memperkaya orang yang itu-itu saja,” tutur kontraktor.
Puluhan kontraktor ini menyimpulkan fakta yang sama, bahwa terdapat puluhan perusahaan baik PT maupun CV dengan kelengkapan struktur direksi yang sengaja dibentuk untuk menyerap proyek titipan kekuasaan.
“Kalau mau jujur. Itu bukan proyek yang dimenangkan perusahaan atau orang-orang dalam struktur direksi perusahaan. Tapi proyek kepunyaan penguasa yang dititipkan ke perusahan A, perusahaan B, perusahaan C, dan seterusnya. Itu rahasia umum di kalangan kontraktor. Cuma nda enak mau dibeberkan lebih dalam lagi.
2. Isu Korupsi dan Gratifikasi
Pemerintahan AA-RS tidak dalam kategori bersih-bersih amat. Sinyalemen yang mudah ditangkap mengenai isu korupsi dan gratifikasi era AA-RS itu menurut beberapa kalangan terbaca dalam proyek yag sedang heboh yakni distribusi pembangunan yang dulunya menggunakan istilah dana tiap lingkungan Rp200 juta. Dana yang sejatinya kategori swakelola, justru digabungkan menjadi belasan miliar di tiap kecamatan dan dipercayakan ke salah satu oknum untuk mengelola. Pengelola dana tersebut belakangan berinisial HM dan menurut informasi sudah tiga kali diperiksa kepolisian.
‘’Jadi modusnya begini, kalau mengucurkan anggaran Rp200 juta, boleh jadi swakelola. Nah kalau dihimpun misalnya Rp15 miliar dan dipegang satu orang yaitu laki-laki HM, ada direkayasa sedemikian rupa untuk menghindari tender. Si pengelola bebas mengeksekusi 30% bahkan 40 % persen dari nilai anggaran. Jenis kelamin proyek ini jadi rancu kan? Rp15 miliar tidak ditender tapi kontraktor afiliatif kekuasaan atau pengelola HM ambil untung besar. Duit lari kemana. Sudah pasti balik lagi masuk lagi di rekening si pemberi anggaran,” kata aktivis.
Kemudian ada proyek rehabilitasi sekolah-sekolah dasar di Kota Manado. Ini adalah proyek swakelola atau melibatkan partisipasi masyarakat. Tapi anehnya diambil alih semua oleh kontraktor itu-itu saja. Buntutnya proyek masif ini diusut Reserse Kriminal Khusus Polda Sulut. Para pekerja heran, koq bisa atap sekolah yang menggunakan seng kualitas tebal, malah diganti dengan seng kualitas tipis. Rupanya ada modus untuk memperlihatkan ke publik bahwa terjadi pembangunan, tapi menyimpan kejahatan anggaran Negara.
Berikut sejumlah proyek yang dinilai menyimpan rahasia praktek korupsi dan gratifikasi karena tidak dibahas di DPRD Manado.
1. Rehab Pasar Bersehati senilai 60 miliar dari dana PEN. Pasar ini akan jadi pasar wisata dengan fasilitas modern. Rehab sudah mencapai 30 persen.
2. Proyek Drainase di Jalan Ranomuut senilai Rp10 miliar. Proyek ini terancam tidak tuntas tapi kontraktor sudah mengambil Rp3 miliar dan kabur
3. Pasar Tematik di Tongkaina. Anggarannya dari pusat senilai 75 miliar. Pasar ini khusus menjual aneka cenderamata dan akan mendukung Daerah Pariwisata Super Prioritas di Likupang.
4. Pembangunan gedung di tengan hutan Tumumpa
5. Rehabilitasi sekolah-sekolah dasar yang seharusnya swakelola tapi diserahkan ke salah satu pihak tanpa melalui mekanisme tender.
6. Kasus Pembongkaran Aset Kementerian di Kawasan Youth Centre Mega Mas Manado,
7. Pembangunan Stal Kuda di Paniki
8. Pembangunan Rumah Susun didirikan di atas lahan bukan milik pemerintah kota manado.
9. Pengelolaan dana Rp15 miliar tidak kecamatan yang tidak ditenderkan.
10. Minanga Beach Walk dan Ecotourism Village Bunaken senilai 94.26 miliar bersumber dari pusat. Minanga Beach Walk dibandrol Rp 65,48 miliar. Minanga Beach Walk akan jadi ikon pariwisata baru kota Manado.
11. Objek Wisata Gunung Tumpa diperbaiki dengan dana senilai 3 M bersumber dari DAK Pariwisata.
12. Proyek pembuatan 27 proyek jalan, jembatan dan drainase dengan pagu 100 miliar berasal dari dana PEN.
13. Infrastruktur kesehatan dengan pagu 45 miliar dari dana PEN. Salah satunya lanjutan pembangunan RSUD Manado
14. Minanga Beach Walk dan Ecotourism Village Bunaken senilai 94.26 miliar bersumber dari pusat. Minanga Beach Walk dibandrol Rp 65,48 miliar. Minanga Beach Walk akan jadi ikon pariwisata baru kota Manado.
3. Melemahnya Kinerja Parlemen
Menurut salah satu praktisi kelemahan terbesar dan fatal pemerintahan AA-RS adalah tidak pernah melibatkan publik melalui komponen naskah akademik dalam penentuan item pembangunan dan rancangan anggaran. Semenjak dilantik, AA-RS tidak mengaktifkan peran parlemen atau DPRD yang berwenang membahas anggaran, membentuk pansus dan melakukan pembahasan bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pun dalam hal uji petik dan tinjau lapangan. Kultur kerja parlemen yang pasif karena determinasi sinerjitas pada akhirnya mengamputasi fungsi legislatif sebagai lembaga yang popular dengan aktifitas pengawasan, budgeting (penganggaran) dan perancang peraturan daerah. Sebenarnya, isu sinerjitas menurut mereka memiliki titik lemah tersebut.
“Sinergitas itu istilah lain dari melarang DPRD memelototi nilai proyek, mengorek anggaran publik dan termasuk relevansi sebuah proyek fisik. Praktisnya, wakil rakyat tidak boleh tahu soal proyek dan mekanisme lelang plus anggaran yang ditetapkan sepihak oleh eksekutif,” ungkap salah satu aktivis muda Kota Manado.
Salah satu personil DPRD Manado membenarkan bahwa hampir secara umum proyek fisik yang terekam di postur APBD tidak pernah dibahas di dewan. Pun tidak pernah dievaluasi.
“Dan kami tidak pernah tahu soal itu. Yah, masyarakat bilang ada pembangunan. Tapi ada pihak yang menggali informasi dan menemukan indikasi gratifikasi dan penggelembungan anggaran di sana. Ini yang menurut kami titik lemah di balik pembangunan masif,” jelas personil dewan itu.
4. Tebang Pilih Penegakan Perda
Tebang pilih penegakan hukum ini tampak dalam upaya menggusur aset penting masyarakat dengan dalih Izin Mendirikan Bangunan. Ada sejumlah bangunan yang sama sekali tidak kena teguran atau eksekusi pemerintah. Misalnya, banguna di bantaran sungan Kairagi, bangunan bekas gudang coca cola di Paal Dua yang sengaja diperluas ke tepi sungai, sebuah Hotel di Calaca yan mengubah alur sungai dibiarkan. Saat bersamaan., rumah dan lokasi usahan masyarakat dibibir jalan diberantas tanpa ampun.
5. Imunitas Hukum Putusan hakim yang memerintahkan PD Pasar dengan User-nya Walikota Manado agar membayar hak berupa gaji dan pesangon mantan pekerja, hingga saat ini tidak ditindaklanjuti. Kondisi ini makin mengafirmasi bahwa AA-RS benar-benar imun atau kebal hukum. Padahal sebagai pimpinan daerah yang menjalankan fungsi pembinaan, AA-RS harusnya memberi contoh yang baik agar memerintahkan perusahaan daerah segera mengembalikan hak-hak pekerja yang nota bene masyarakat kota.
6. Distribusi Bansos Dana Duka dan Dana Lansia Distribusi dana duka ini yang tak kalah masalahnya. BPK menemukan bahwa ada indikasi mengatrol usia penerima dana lansia di beberapa lingkungan yang dijalankan struktur pemerintahan AA-RS. Kemudian, pemerintahan AA-RS saat ini menganti Program Dana Duka dengan Program Bantuan Duka.
Sudah sejak awal tahun 2023, Pemerintah Kota Manado mempunyai program Bantuan Duka tapi tidak diberikan dalam bentuk dana segar yang konon untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan tentunya.
Wali Kota AA pernah mengatakan, program Bantuan Duka tersebut diberikan kepada warga yang tergolong tidak mampu, yang sudah terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Bantuan duka itu berupa peti mati, perlengkapan duka dan kain kafan. Sampai saat ini, rata-rata perbulan itu sekitar 70 peti mati dan sekitar 20 kain kafan yang diberikan Pemkot Manado kepada warga yang susah. Ini sulit diterima mengingat, warga sudah terbiasa menerima dana duka yang berbeda dengan pemerintaha sebelumnya. Penataan peti mati menurut warga adalah proyek fisik untuk memburu selisih anggaran.
“Bayangkan deng orang mati dia bikin proyek,” tutur warga.
16/05/2024
( Tim )





