Manado – kibarindonesia.com – Tokoh pemerhati pedagang, Tomygen Hutuba, menyampaikan keprihatinan mendalam atas polemik yang hingga kini masih membayangi Perumda Pasar Kota Manado. Menurutnya, situasi ini telah menjadi “duri dalam daging” bagi masyarakat, khususnya para pedagang pasar tradisional. Senin 19/05/2025
Tomygen menegaskan bahwa secara hukum, Perumda Pasar Kota Manado berada dalam posisi yang cacat legalitas, karena hingga saat ini tidak memiliki landasan hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur secara khusus pengelolaan pasar tradisional di wilayah Kota Manado. Ketidakhadiran Perda ini mengindikasikan bahwa legalitas operasional institusi tersebut tidak tercantum dalam Lembaran Daerah maupun Lembaran Negara, sehingga patut dipertanyakan dan harus disikapi secara serius oleh pemerintah.
Lebih lanjut, Tomygen mendesak institusi penegak hukum untuk segera melakukan penyelidikan dan penindakan tegas atas dugaan pelanggaran hukum yang telah berlangsung cukup lama. “Jika dibiarkan terus-menerus, ini akan menjadi preseden buruk dalam pengelolaan pasar dan pelayanan publik,” tegasnya.
Tomygen juga menyoroti sejumlah kebijakan manajemen Perumda Pasar Kota Manado yang dinilai merugikan para pedagang kecil, antara lain:
1. Pemberian izin operasional minimarket modern (@Indomaret) di lahan pasar tradisional, yang secara langsung menggerus omset pedagang lokal dan menciptakan ketimpangan persaingan usaha. Ia menyebut, “Para pedagang pasar bisa mengalami mati suri dalam pelukan—terpinggirkan di tanah sendiri.”
2. Pemberlakuan sistem portal di kawasan pasar tradisional yang dinilai tidak sesuai dengan karakteristik mobilitas pasar rakyat.
3. Penetapan jam operasional buka-tutup pasar, yang membatasi ruang gerak pedagang dalam mencari penghasilan.
4. Maraknya praktik pungutan liar, yang seharusnya menjadi perhatian utama untuk segera dihentikan secara menyeluruh.
Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap pengelolaan pasar, Tomygen mengingatkan pentingnya sikap arif dan bijaksana dari para pemangku kebijakan di daerah, agar tidak abai terhadap penderitaan masyarakat kecil.
Ia juga mengangkat kembali amanat dari Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka, bahwa pasar tradisional adalah tulang punggung ekonomi kerakyatan, dan harus diperkuat sebagai sarana distribusi ekonomi nasional. Pasar bukan sekadar tempat jual beli, tapi penghubung vital antara produsen lokal dan konsumen, sekaligus motor pertumbuhan ekonomi daerah.
Ironis, kata Tomygen, ketika institusi yang seharusnya memberdayakan justru terindikasi melakukan pelanggaran hukum yang sistematis.
Tomygen Hutuba menyatakan dukungannya terhadap Program “Asta Cita” dan menaruh harapan besar pada dua sosok agen perubahan, yakni Kapolda Sulawesi Utara Irjen Pol Royke Langie, SIK, MH dan Gubernur Sulawesi Utara Yulius Silvanus, yang dinilai memiliki komitmen nyata dalam pemberantasan korupsi dan penegakan hukum tanpa pandang bulup
“Dengan langkah tegas, terukur, dan berpihak pada rakyat, para pemimpin kita hari ini semoga membawa keberkahan—bukan hanya untuk Sulawesi Utara, tapi untuk seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
(***)