Pelantikan Robby Dondokambey Sebagai Anggota DPRD Sulut Disoal: Langgar Aturan atau Kepentingan Politik?

Sulawesi Utara – kibarindonesia.com – Pelantikan Robby Dondokambey (RD) sebagai anggota DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) pada 9 September 2024 kini memunculkan kontroversi.

Politisi PDI Perjuangan yang juga menjabat sebagai Ketua DPC Minahasa itu diduga melanggar aturan setelah sebelumnya mendaftar sebagai bakal calon Bupati Minahasa berpasangan dengan Vanda Sarundajang pada 29 Agustus lalu.

Meski berhasil meraih 28.113 suara dari Daerah Pemilihan Minahasa-Tomohon, langkah RD ini dinilai melanggar Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024.


Aturan tersebut, yang diuraikan dalam Pasal 14 ayat 4 huruf (d), dengan tegas menyebut bahwa calon terpilih anggota DPR, DPD, atau DPRD yang belum dilantik dan ingin maju di Pilkada wajib mengundurkan diri sebelum pelantikan.

Pasal 32 ayat (1) bahkan lebih lanjut mewajibkan calon untuk menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik saat mendaftar sebagai calon kepala daerah.

Namun, RD tetap dilantik meski sudah mendaftar sebagai calon Bupati.

Hal ini berbeda dengan dua anggota DPRD terpilih lainnya, Yusrah Alhabsy (Dapil Bolmong Raya) dan Melky Pangemanan (Dapil Minahasa Utara-Kota Bitung), yang memilih untuk tidak dilantik demi fokus pada pencalonan mereka sebagai kepala daerah.

Melky maju di Minahasa Utara, sementara Yusrah di Bolmong Induk.

• KPU Pusat Sudah Ingatkan, Tapi RD Tetap Dilantik

Kejanggalan ini semakin mencuat setelah Komisioner KPU RI, Idham Holik, sebelumnya telah mengingatkan caleg terpilih yang maju dalam Pilkada untuk mengundurkan diri sebelum dilantik.

“Setiap caleg terpilih yang menjadi calon kepala daerah wajib mundur,” tegas Idham pada 10 September lalu.

Fakta bahwa RD tetap dilantik menimbulkan pertanyaan besar terkait kepatuhan terhadap aturan.

Sementara KPU Minahasa, melalui Komisionernya Rendy Suawa, masih berada pada tahap penelitian perbaikan persyaratan administrasi calon bupati, publik mempertanyakan mengapa pelantikan RD dilakukan begitu cepat, padahal posisinya sebagai calon kepala daerah sudah jelas terdaftar.

• Apakah Ada Kepentingan Politik yang Bermain?

Kasus ini menimbulkan spekulasi terkait potensi permainan politik di balik pelantikan RD. Sebagai politisi berpengaruh di PDI Perjuangan, RD dinilai memiliki kekuatan politik yang cukup besar, terutama di Dapil Minahasa-Tomohon.

Beberapa pihak menduga, pelantikan ini bukan hanya soal prosedur administrasi, tetapi juga berkaitan dengan strategi politik PDI Perjuangan dalam memaksimalkan kekuasaan di tingkat provinsi dan kabupaten.

Ketidaksesuaian ini menambah daftar panjang polemik politik di Sulawesi Utara menjelang Pilkada 2024, di mana kepentingan politik partai seringkali berbenturan dengan aturan hukum yang jelas.

Dengan terjadinya kasus RD, integritas pelaksanaan aturan PKPU juga dipertanyakan, apakah hukum benar-benar ditegakkan atau disesuaikan dengan kepentingan elite politik?

• Publik Menunggu Kejelasan dari KPU dan PDI Perjuangan

Saat ini, publik Sulawesi Utara tengah menunggu langkah tegas dari KPU dan PDI Perjuangan terkait status RD sebagai anggota DPRD yang juga bakal calon Bupati.

Jika aturan dilanggar dan dibiarkan, maka ini bisa menjadi preseden buruk bagi proses demokrasi di Sulawesi Utara.

Apakah RD akan mundur atau tetap mempertahankan posisinya sebagai anggota dewan dan calon kepala daerah? Pertanyaan ini masih menggantung, sementara kredibilitas proses Pilkada terus dipertaruhkan.
( Stefanus )

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *